1. PENDAHULUAN
Agama Budha lahir dan berkembang sekitar 6 abad sebelum Masehi. Sebagai
reaksi terhadap sistem upacara agama Hindu yang terlampau kaku. Dari latar
belakang munculnya, agama Budha mempunyai kaitan erat dengan agama Hindu.
Sebagai agama, ajaran Budha tidak bertolak dari Tuhan dan hubungan-Nya dengan
alam dan seluruh isinya.
Agama ini bertolak dari keadaan yang nyata, terutama tentang tata susila
yang harus dilaksanakan oleh manusia agar ia terbebas oleh lingkaran dukha
yang selalu mengikuti hidupnya. Pada mulanya ajaran ini bukan merupakan agama
tetapi hanya suatu ajaran untuk melepaskan diri dari sangsara (samsara) dengan
tenaga sendiri, sebagaimana dilakukan sang Budha. Tetapi ajaran ini kemudian
berubah manjadi agama yang banyak penganutnya dan mempengaruhi daya pikir
banyak orang.
2. PENDIRI DAN PEMBAWA AGAMA BUDHA
Agama Budha didirikan oleh seorang
pangeran yang bernama Sidharta “yang cita-citanya tercapai”, Putra raja
Sudhodana Gautama dan Dewi Mahamaya dari kerajaan kecil Kapilawastu yang
memerintah atas suku Sakya di India utara yang berbatasan dengan Nepal. Ia
dilahirkan pada tahun 563 s.M. dan wafat pada tahun 483 s.M.[1]
Dalam kepercayaan para pemeluk agama Budha ada beribu-ribu
orang yang mendapatkan gelar kehormatan
Budha dalam sejarah. Untuk masa sekarang, orang yang mendapat pencerahan
dan gelar tersebut adalah Sidharta Gautama, Budha yang ke-28 dan yang
mendirikan agama Buddha sebagaimana dikenal sekarang ini.
Selain mendapatkan gelar Budha,
Sidarta juga telah mendapatkan gelar Bhagoua (orang yang menjadi sendiri
tanpa guru yang mengajar sebelumnya), Sakya Mimi (pertapa dari suku
Sakya); Sakya Sumba (singa dari suku Sakya); Sugata (orang yang
datang dengan selamat); Suaria Siddha (orang yang terkabul semua
permintaannya) dan Tathagata (orang yang baru datang).
3. PENGERTIAN DASAR BUDDHA DARMA
Secara etimologi, perkataan Buddha berasal dari ”Buddh” yang berarti
bangun atau bangkit, dan dapat pula berarti pergi dari kalangan orang bawah
atau awam. Kata kerjanya, “bujjhati”, antara lain berarti bangun, mendapatkan
pencerahan, mengetahui, mengenal atau mengerti. Dari arti-arti etimologis
tersebut, perkataan Buddha mengandung beberapa pengertian seperti: Orang
yang telah memperoleh kebijaksanaan sempurna; orang yang sadar secara
spiritual; orang yang siap sedia menyadarkan orang lain secara spiritual; orang
yang bersih dari kotoran batin yang berupa dosa (kebencian), lobha
(serakah) dan moha (kegelapan).[2]
Buddha adalah yang telah mencapai penerangan sempurna. Semua yang serupa
dengan Sidharta Gautama yang menjadi pendiri agama Budha (Nabi) telah
mendapatkan julukan dengan nama Buddha, karena beliau adalah seorang yang telah
mencapai penerangan sempurna, pada waktu berusia 35 tahun lebih dari 2500 tahun
yang lalu di India. Tujuan terakhir dari seluruh umat Buddha dari sekte dan
aliran agama Buddha manapun ialah untuk mencapai penerangan sempurna dan
menjadi Buddha. Karena adanya perbedaan cara atau jalan untuk mencapai
penerangan sempurna dan kebuddhaan itu, maka agama Buddha terbagi atas aliran
dan sekte-sekte agama Budha. Di dalam aliran agama Buddha Mahayana, di samping
dikenal Sang Buddha Gautama sebagai Buddha yang bersejarah, tetapi aliran Budha
Mahayana juga mengenal Budha seperti: Buddha Amitaba (Amida), Buddha virocana (dainici),
Buddha Vajrayaguru (Yakushi) , dan sebagainya, yang pada umumnya diterima
sebagai lambang-lambang pujaan oleh para penganut agama Buddha, karena
terpengaruh oleh konsep adanya simbol “Negara Suci” dalam agama Buddha di
Jepang, seseorang menjadi Buddha setelah lahir kembali dalam Negara Suci, maka
semua orang yang meninggal dunia pada umumnya disebut “Buddha” atau “Hotoke”
dalam bahasa Jepang.
Dharma adalah ajaran yang benar ajaran sang Buddha. Ajaran yang diajarkan
oleh orang yang telah mencapai Penerangan Sempurna; sang Buddha. Ada tiga
kaidah keagamaan bagi agama Buddha yang disebut Sutra (ajaran yang
diajarkan oleh sang Buddha sendiri), Vinaya (disiplin-disiplin yang
diberikan oleh sang Buddha), dan Abidharma (komentar-komentar dan
diskusi-diskusi tentang Sutra dan Vinaya oleh para sarjana di zaman-zaman
belakangan). Ketiga-tiganya ini disebut Tripitaka, dan Dharma itu merupakan
satu dari Tri Ratna atau Tiga Mustika agama Buddha.[3]
Namun di kalangan para pemeluknya,
ajaran yang disampaikan Buddha Gautama
tidak harus dipandang sebagai agama atau filsafat saja, karena pengertian yang
menunjuk kepada arti agama atau filsafat atau semua fenomena yang terdapat di alam ini telah
tercakup dalam istilah dharma (sansesekerta) atau dhamma (pali)
yang menjadi inti dari seluruh ajaran Gautama. Dengan demikian, pemakaian
istilah Buddha Dharma atau Buddha Dhamma lebih sering dipergunakan
oleh para pemeluk agama Buddha dari pada istilah agama.
4. TRIRATNA
Triratna yang bermakna tiga permata adalah tiga buah pengakuan
dari setiap penganut agama Buddha, seperti halnya dengan credo di dalam
agama Kristen atau syahadat di dalam agama Islam. Tiga Pengakuan di dalam
agama Buddha itu berbunyi:
(1). Buddham saranam gacchami
(2). Dhamman saranam gacchami
(3). Sangham saranam dacchami
Bermakna:
(1) Saya
berlindung di dalam Buddha
(2) Saya
berlindung di dalam Dhamma
(3) Saya
berlindung di dalam Sangha
Triratna harus diucapkan tiga kali. Pada kali yang kedua diawali
dengan Dutiyam, yang bermakna: buat kedua kalinya. Pada kali yang ketiga
diawali dengan Tatiyam, yang bermakna: buat ketiga kalinya.[4]
Secara garis besar ajaran agama Buddha dapat dirangkum dalam tiga ajaran
pokok, yaitu Buddha, Dharma, dan Sangha. Ajaran tentang Buddha
menekankan pada bagaimana umat Buddha memandang sang Buddha Gautama sebagai pendiri
agama Buddha dan asas rohani yang dapat dicapai oleh setiap makhluk hidup. Pada
perkembangan selanjutnya ajaran tentang Buddha ini berkaitan dengan masalah
ketuhanan yang menjadi salah satu ciri ajaran semua agama.
Ajaran tentang dharma banyak membicarakan tentang masalah-masalah
yang dihadapi manusia dalam hidupnya, baik yang berkaitan dengan ciri manusia
sendiri maupun hubungannya dengan apa yang disebut Tuhan dan alam semesta
dengan segala isinya.
Ajaran tentang Sangha selain mengajarkan bagaimana umat Buddha
memandang sangha sebagai pasamuan para bhikkhu, juga berkaitan dengan
umat Buddha yang menjadi tempat para Bhikkhu menjalankan dharmanya, juga dengan
pertumbuhan dan perkembangan agama Buddha, baik di tempat kelahirannya di India
maupun di tempat-tempat agama tersebut
berkembang.
Buddha di dalam triratna itu dimaksudkan: Buddha Gautama, Dhamma
disitu dimaksudkan: pokok-pokok ajaran. Sangha disitu dimaksudkan: biara.
Ketiga-tiganya itu dinyatakan azas perlindungan bagi setiap penganut agama
Buddha, yakni azas keyakinan yang dianut mazhab Theravada maupun mazhab
Mahayana.
1)
BUDDHA
Menurut ceritanya kelahiran Budha Gautama
adalah pada waktu di Kapilwastu diadakan perayaan musim panas, sang permaisuri
Maya bermimpi, bahwa beliau diangkat dan dibawa gunung Himalaya. Sesudah beliau
dimandikan dan dikenakan pakaian sorgawi, datanglah sang Buddha seperti seekor
gajah putih dengan mrembawa bunga teratai putih pada belalainya. Sesudahnya
gajah itu berputar-putar mengitari sang permaisuri hingga tiga kali, masuklah
ia ke dalam permaisuri Maya dengan melalui pinggang kanan.
Setelah melalui proses kelahiran
yang penuh keajaiban itu, Sidharta Gautama kemudian menjalani hidup sebagai
putra raja Suddhodhana. Seluruh kehidupannya, secara garis besar dibagi atas
empat periode, yaitu:
a)
Sebagai
Pangeran Sidharta di istana Kapilawastu
b)
Sebagai
pertapa Gautama
c)
Periode
mendapat penerangan dan menjadi Buddha; dan
d)
Periode
mengajarkan dharma
a)
Budha
sebagai Pangeran Sidharta
Periode ini dimulai dengan saat kelahiran Sidharta Gautama hingga ia
mencapai usia 29 tahun. Diceritakan bahwa, setelah kelahirannya yang penuh
keajaiban, ia diramalkan akan menjadi raja, jika ia menduduki tahta kerajaan,
tetapi akan memilih hidup sebagai orang suci, menjadi penakluk hidup, mencapai
kesempurnaan sejati, menjadi Buddha, jika ia melepaskan kedudukan atas tahta
yang diwariskan orangtuanya.
Raja Sudhodhana ingin agar Sidharta menjadi raja yang besar dan kuasa
dari pada menjadi seorang Buddha. Oleh karena itu ia berusaha agar Sidharta
tidak melihat penderitaan dan memahami ketidakkekalan dunia yang dapat menjadi
dorongan baginya untuk meninggalkan keduniawian. Akan tetapi usaha Sudhodhana
tidak berhasil karena Buddha menjumpai keadaan-keadaan yang jauh berbeda dengan
apa yang dialaminya selama ini. Pertama tanpa diduga, ia bertemu dengan orang
yang sudah sangat tua di luar istananya. Kedua bertemu dengan orang sakit yang
mengerikan; Ketiga dengan orang yang meninggal dunia; dan yang terakhir dengan
seorang pertapa yang sederhana yang wajahnya memperlihatkan wajah penuh
kedamaian dan pandangannya sangat tenang.
Sidharta Gautama meninggalkan istana pada usia 29 tahun, ketika anak yang
pertama lahir. Dengan menunggang kuda Kantaka yang ditemani oleh saisnya,
chanda. Kemudian dia memotong rambutnya dan menyerahkan senjata serta perhiasan
yang dibawanya kepada Chandra untuk dibawa kembali ke istana. Sidharta tinggal
selama tujuh hari tujuh malam, dan menggunakan waktunya untuk merenungi
kehidupan. Dengan langkah ini berakhirlah
riwayat Pangeran Sidharta dan
mulailah kehidupan sebagai seorang pertapa.
b)
Sidharta
Gautama sebagai Seorang Pertapa
Setelah tujuh hari tujuh malam di tepi sungai Anoma, Sidharta Gautama
kemudian berguru kepada dua Brahmana yang termasyhur, yaitu Alarakalama dan
Udnaka Ramaputra. Dari keduanya ia mendapatkan pelajaran bahwa untuk
mendapatkan kebahagiaan, manusia harus menjalankan upacara-upacara sembahyang
tertentu dan berkorban agar mendapat karunia Tuhan. Selain itu dengan jalan
perenungan dan ilmu-ilmu gaib, manusia akan mendapatkan kebahagiaan hidup.
Tetapi pelajaran yang didapat dari kedua pendeta Brahmana tidak memuaskan
hatinya, karena pelajaran tersebut tidak dapat membawa manusia mencapai
kebebasan dari penderitaan, kematin, dan kelahiran kembali kemudian memutuskan
untuk pergi meninggalkan mereka menuju Uruwela untuk masuk dan tinggal di sana.
Selama tinggal Uruwela Siddharta mulai menjalani hidup dengan menyiksa
diri, berpuasa, memnjalani segala macam cobaan untuk menguasai diri, maka dalam
waktu singkat ia tterkenal dengan pertapa yang suci. Lima orang pertapa berguru
kepadanya untuk mencari kebahagiaan hidup, yaitu Kondana, Badiya, Wappa,
Mahanama, dan Asaji.Mereka menyiksa diri di hutan tersebut selama kurang lebih
enam tahun lamanya, sehingga membuat kondisi fisik mereka lemah. Ketika
Sidharta sedang berjalan-jalan untuk merenungi kehidupan, tiba-tiba ia jatuh
pingsan karena kondisi fisiknya yang sangat lemah, akhirnya sadarlah beliau
bahwa cara bertapa menyiksa diri yang eksrim itu adlah cara yang salah.
Pertapa Gautama sadar bahwa cara bertapa menyisa diri adalah cara yang
salah, setelah beliau mendengar suara lagu yang syairnya berbunyi sebagai
berikut:
Bila senar gitar ini dikencangkan
Suaranya akan semakin tinggi
Putuslah sena gitar ini
Dan lenyaplah suara gitar itu
Bila senar gitar ini di kendorkan
Suaranya akan semakkin merendah
Kalau terlalu dikendorkan
Maka lenyaplah suara gitar itu
Karena itu wahai manusia
Mengapa belum sadar-sadar pula
Dalam segala hal janganlah keterlaluan
Akhirnya pertapa Gautama menghentikan tapanya kemudian menjalani hidup
layaknya manusia biasa, karena cara baru yang ditempuhnya itu, pergilah semua
murid-muridnya karena dianggap telah murtad. Mulai saat itu ia bertekad
menempuh jalan yang dianggapnya benar, dengan usahanya sendiri, menyelidiki,
merenungkan, dan mnembus ke dalam batinnya sendiri, ia melatih dirinya sendiri menguasai
keinginan-keinginan terhadap kenikmatan dan rangsangan indra, di samping
menguatkan kekuatan batin.
c) Mendapat
Penerangan dan Menjadi Buddha
Pada suatu malam di bulan Waisak ketika bulan purnama, di tepi sungai
Neranjara, ketika ia sedang mengheningkan cipta, di bawah pohon Asatta
(pohon Bodi) dengan duduk padmasana melakukan meditasi mengatur pernapasannya
maka datanglah petunjuk kepadanya sehingga ia mendapatkan ilmu pengetahuan
tinggi yang meliputi hal berikut:
1.
Pubbenivasanussati,
yaitu pengetahuan tentang kehidupan dan proses kelahiran kembali.
2.
Dibacakku, yaitu
pengetahuan dari mata dewa dan mata batin
3.
Cuti Upapatana, yaitu pengetahuan bahwa timbul
dan hilangnya bentuk-bentuk kehidupan, baik atau buruk, bergantung pada
perilaku masing-masing.
4. Asyakkhyanana, pengetahuan tentang padamnya semua
kecenderungan dan Avidya, tentang menghilangkan ketidaktahuan[5]
Dengan pengetahuan tersebut ia mendapatkan penerangan
yang sempurna, pengetahuan sejati dan kebebasan batin sempurna. Dia telah
mendapatkan jawaban teka-teki kehidupan yang selama ini dicarinya, dengan
pengertian penuh sebagaimana tercantum dalam empat Kesunyatan Mulia
yaitu Penderitaan, Sumber Penderitaan, Lenyapnya penderitaan, dan delapan cara
yang utama menuju lenyapnya penderitaan itu.
Dengan telah tercapainya penerangan tersebut maka
Sidharta Gautama telah menjadi Buddha pada umur 35 tahun, ia telah menjadi
‘Accharya Manusa’ atau guru dari manusia. Pada minggu terakhir melalui
perenungan mendalam, ia berhasil mengetahui sebab akibat dari rangkaian
penderitaan. Yaitu karena adanya karma
maka terjadilah bentuk karma karena adanya bentuk karma maka terjadilah kesadaran;
karena terjadi kesadaran terjadilah bentuk batin, karena adanya bati dan
jasmani , terjadilah enam indra, karena adanya indra, terjadilah kesan; karena
adanya kesan, terjadilah perasaan; karena adannya peilah proses ‘dumadrasaan,
terjadilah keinginan; karena adanya keinginan, terjadilah ikatan; karena adanya
ikatan, terjadilah proses ‘Dumadi’;karena adanya proses ‘dumadi’, terjadilah
tumimbal lahir; karena adanya tumimbal lahir, terjadilah umur tua;, kelapukan,
kesusahan, ratap tangis, kesakitan, kesedihan, kematian, dan lain-lainnya.Demikianlah
seluruh rangkain penderitaan itu.
Pada saat kedua malam itu, Buddha merenungkanrangkain
sebab musabab yang saling bergantungan itu secara terbalik. Dan pada saat
ketiga malam itu, Buddha merennungkan sebab musabab yang saling bergantungan
itu dengan kedua cara terserbut, yaitu dengan langsung dan dengan cara terbalik
sekaligus.
Buddha menetap selama 7 minggu di tempat itu. Pada
hari terakhir kejadian yang suci itu, datanglah dua saudara Taphussa dan
Balukkha yang terpesona dengan wajah sang Buddha. Keduanya lalu menjadi
pengikutnya yang pertama.
d) Mengajarkan
Dharma
Dengan kegembiraan yang tak terkira ia pun bangkit
dari pertapaanya dan berangkat menuju kota Benares, tempat suci dan tempat
ziarah bagi penganut agama Hindu. Pada suatu tempat bernama Sarnath, tidak jauh
dari Benares, ia berjumpa dengan lima rahib bekas muridnya itu dan kepada
merekalah ia mulai menyampaikan ajarannya yang yang pertama Himpunan ucapannya
dipandangn kotbah pertama (first Sermon) dalam sejarah agama Buddha.
Kotbah pertama itu meletakkan azas ajaran dari seluruh ajarannya, terkenal
dengan sebutan Empat Kebenaran Utama (Catu Arya Sacca) dan Delapan Jalan Kebajikan (Arya Attha Ngika
Magga).[6]
2)
DHARMA
Yang dimaksud Dharma adalah ialah doktrin atau pokok
ajaran, inti ajaran agama Buddha dirumuskan dalam empat kebenaran yang mulia
atau empat aryasatyani yang terdiri dari empat kata yaitu: Dukha,
Samudaya, nirodha dan Marga.
Empat
Kebenaran Utama:
1.
Ada
itu suatu derita (Dukkha)
2.
Derita
itu disebabkan Hasrat (Samudaya)
3.
Hasrat
itu mestilah ditiadakan (nirodha)
4.
Peniadaan
itu dengan delapan jalan (Marga)
Dukha ialah penderitaan. Hidup adalah
menderita. Kelahiran adalah penderitaan,
umur tua adalah penderitaan, sakit adalah penderitan, mati adalah
penderitaa, disatukan dengan yang tidak dikasihi adalah penderitaan, tidak
tercapai apa yang diinginkan adalah penderitaan. Singkatnya kelima pelekatan
kepada dunia ini adalah penderitaan.
Samudya adalah sebab. Penderitaan ada
sebabnya. Yng menyebabkan orang dilahirka kembali adalah keinginan kepada
hidup, dengan disetai nafsu yang mencari kepuasan di sana-sini, yaitu kehausan
pada kesenangan, kehausan kepada yang ada, kehausan pada kekuasaan.
Nirodha adalah pemadaman. Pemadaman
kesengsaraan terjadi dengan penghapusan keinginan secara sempurna, dengan
pembuangan keinginan itu, dengan penyangkalan terhadapnya, dengan pemisahannyadari
dirinya dan dengan tidak memberi tempat kepadanya.
Marga ialah jalan kelepasan , jalan
yang menuju kepada pemadaman penderitaan ada delapan, yaitu delapan jalan
kebajikan:
1.
Pengetian yang benar (samma-ditthi)
2.
Maksud yang benar (samma-sankappa)
3.
Bicara yang benar (samma-vacca)
4.
Laku yang benar (samma-kammarta)
5.
Kerja yang benar (samma- ajiva)
6.
Ikhtiar yang benar (samma- vayama)
7.
Ingatan yang benar (samma-sati)
8.
Samadhi yang benar( samma-samadhi)
Pokok
ajaran Buddha Gautama yang utama ialah, bahwa hidup adalah menderita.
Seandainya di dalam dunia tidak ada penderitaan, Buddha tidak akan menjelma di
dunia. Oranng dilahirkan menjadi tua dan mati; tiada hidup yang tetap. Sedang
manusia hidup ia menderita sakit, dan semua itu adalah peneritaan. Untuk
menerangkan hal ini diajarkan Pratitya Samutpada, artinya pokok
permulaan yang bergantungan. Seluruhnya diajarkan adanya 12 pokok permulaan,
yang jelas kehausan atau keinginan yang menyebabkan adanya penderitaan pada
hakikatnya disebabkan oleh ketidaktahuan atau awidya.
3)
SANGHA
Pengikut agama Budha dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
para Bhiksu atau para rahib dan para kaum awam. Kelompok pertama terdiri dari Bikkhu, Bikkhuni,
Samanera, dan Samaneri. Kelompok masyarakat awam terdiri dari upasaka dan
upasaki yang telah menyatakan diri berlindung kepada Buddha, Dharma, dan Sangha
serta melaksanakan prinsip-prinsip moral bagi umat awam dan hdup berumah
tangga.
Sangha adalah persamuan dari makhluk-makhluk suci yang
disebut ‘Arya Punggala’ yaitu mereka yang sudah mencapai buah kehidupan
beragama yang ditandai dengan kesatuan pandangan yang bersih dengan sila yang
sempurna. Tingkat kesucian yang mereka capai itu mulai dari tingkat
‘sotapatti’, ‘sakadagami’, ‘anagami’, sampai tingkat ‘arahat’. Tetapi setelah
agama Buddha Mahayana berkembang maka barang siapa bertujuan untuk memperoleh
kedudukan Bodhisatwa, tak perduli apa ia orang awam, atau alim ulama, semua
bergabung bersama-sama dalam suatu persaudaraan.
Tingkat Sotapati adalah tingkat kesucian pertama ,
dimana mereka masih menjelma tujuh kali lagi sebelum mencapai nirwana. Pada
tingakatan ini seorang Satopati masih harus
mematahkan belenggu kemayaan aku, keragu-raguan, ketakhayulan sebelum
dapat meningkat ke Sakadagemi. Pada tingkat Sakadagemi ia harus menjelma sekali
lagi sebelum mencapai nirwana. Ia harus dapat membangkitkan kundalini sebelum
naik ke tingkat anagami. Setela mencapai tingkat anagami, ia tidak perlu
menjelma lagi untuk mencapai nirwana namun harus mematahkan beberapa belenggu
sebelum mencapai tingkat terakhir, yaitu arahat. Belenggu tersebut adalah
kecintaan yang indrawi dan kemarahan atau kebencian. Setelah berhasil
mematahkan belenggu tersebut ia kemudian naik ke tingkat arahat dan
dapat langsung mencapai nirwana di dunia maupun sesudah meninggalnya. Pada
tingkatan ini ia harus mematahkan belenggu keinginan untuk hidup dalam bentuk
(ruparaga), keinginan untuk hidup tanpa bentuk (arupara), kecongkakan (mano),
kegoncangan batin (udacca) dan kekurangan kebijaksanaan.
Pengikut Buddha yang kedua adalah kaum awam,
ialah yang mengakui Buddha sebagai pemimpin keagamaanya dan tetap hidup di
dalam masyarakat dengan berkeluarga. Pada hakekatnya para kaum awam tidak dapat
mencapai nirwana. Sekalipun demikian kedudukan mereka adalah sangat penting,
mereka sudah bverada pada awal jalan yang menuju kepada kelepasan.
4)
SADDHA
Pengertian
sadha
Sadha
adalah sebutan dalam nama pali atau sradha sebutan dalam bahasa sansakerta.
Arti saddha ialha keyakinan atau kepercayaan benar
Dalam
ajaran budha sesungguhnya menekankan suatu kepercayaan yang ditimbulkanoleh
sesuatu yang nyata inilah yang disebut saddha atau dapat diartikan sebagai
keyakinan yang telah mencakup pengerian percaya di dalamnya jadi kata saddha
dapat diartikan sebagi:
a.
Keyakinan
b. Kepercayaan
c.
Keimanan dalam bakti
Keyakinan (saddha-bahasa pali atau sradha-bahasa
sanskerta) memilki makna sebagai keyakinan yang nyata atau kepercayaan yang
benar (Confidet). Dalam ajaran Buddha sesungguhnya menekankan suatu kepercayaan
yang timbul oleh suatu yang nyata pula. Inilah yang disebut saddha, atau dapat
diartikan sebagai keyakinan yang telah mencakup pengertian percaya didalamnya.
Jadi kata saddha itu dapat diartikan sebagai (1) keyakinan (2)
kepercayaan-benar (3) keimanan dalam bakti.
Keyakinan dalam agama Buddha bukan
keyakinan yang membuta berdasarkan dogma-dogma. Apabila tidak dilaksanakan
membawa manusia pada alam neraka. “Keyakinan dalam Buddha yang paling utama
adalah keyakinan kepada Buddha, keyakinan pada jalan mulia berunsur delapan,
keyakinan kepada ketiadaan hawa nafsu (Viraga) atau Nibbana yang dinyatakan juga
sebagai dhamma dan keyakinan kepada Ariya-Sangha, persaudaraan orang-orang
suci” (A.II:34). Buddha memberikan petunjuk terhadap keyakian adalah datang dan
buktikan. Perbuatan yang memberikan dampak kebahagiaan harus tetap
dilaksanakan, tetapi perbuatan yang membawa penderitaan jangan dilakukan.
Buddha menolak ajaran pandangan yang salah berdasarkan keyakianan yang membuta,
dilakukan oleh kaum titiya dan carvaka yang menggangap bahwa kehidupan manusia
akan mengalami kebahagiaan dan hidup hanya sesaat atau tubuh adalah sumber
penderitaan dan harus disiksa.[7]
Keyakinan:
Sang hyang adhi budha:
Catatan sejarah agama budha Indonesia, dimulai pada tahun
414 M, sewaktu kunjungan seorang bikhu dari tiongkok, bernama FA HSIEN menurut
bhiku tersebut bahwa agama budha telah berkembang di pulau jawa. Kedatangan
bikkhu itu disusul pula dengan kedatangan seorang bhiku berdarah bangsawan dari
khasmir, bernama GUNAWARMAN. Pada tahun 421 M beliau mengajarkan agama budha
dan menterjemahkan naskah-naskah ajaran dharmagupta dari mulasarvadanikaya ke
dalam bahasa sansakerta .
Pada abad ke
VII datanglah bhiku HUI NING, dan belau
mempelajari agama budha Indonesia pada seorang bikhu Indonesia bernama
JNANABHADRA dari kerajaan kalingga yang kira-kira terletak disekitar salatiga(jawa
tengah)sekarang.
Tuhan dalam agama budha bukanlah hal yang
baru melainkan hal yang telah lama dikembangkan sejak pada abad ke-IV dari
negara bagian benggala, tempat kota kelahiran acara asangha.
Perkembangan agama budha di negara bagian
benggala berkembang dengan pesat, dengan demikian pengertian tentang theism
disempurnakan serta di kembangkan dalam ajarannnya. Sedangkan sejak abad ke V M
hubungan Indonesia dengan negara bagian benggala sangat baik, pada abad ke VII
M dipulau jawa perkembangan agama budha dicapai kemajuan yang sangat pesat.
Pada abad ke IX M paham theism di benggala semakin hidup berkembang luasa
karena keyakinan akan keluhuran atau keagungan tuhan.
Adhi budha yaitu budha yang pertama, yang
di pandang sudah ada pada mula pertama, yang tanpa asal, yang tanpa asal, yang
berada karena dirinya sendiri, yang tak
pernah tampak karena berada di dalam nirwana.
Adhi budha adalah dharmakaya yang kekal,
abadi, tanpa awal tanpa akhir, tanpa bentuk dan meliputi seluruh jagad raya,
hanya dapat diselami oleh mereka yang telah mencapai samyak sabadh, kesadaran
teragung. Dharmakaya tidak datang dimanapun dan tidak kembali kemanapun, tidak
menonjolkan diri juga juga tidak musnah, tenang dan akal utuk selama-lamanya.
Inilah yang unggal, yang esa, bebas dari segala arah, tidak memiliki
batas-batas arah, tetapi terkandung dalm semua tubuh. Sebagai tuhan yang maha
esa adhi budha memiliki beberapa nama yang menunjukan kekuasaannya dan
kekeuasaannya.
Kemahaesaan sang hyang adi budha
agama
budha Indonesia adalah momotheistis karena agama budha Indonesia hanya memuja
kepada satu tuhan sang hyng adi budha. Jadi sang hyang adi budha adalh tuhan
yang maha esa
jadi agama budha Indonesia menyimpulkan bahwa sang hyng adi budha adalah
merupakan sesuatu merupakan sesuatu yang maha agung, maha mengetehui, maka
sakti ysng dalam suasana Samadhi telah menyebabkan terwujudnya alam semesta
dengan sgala isinya. Lima tathagata adalah merupakan pancaran dari suatu sumber
pokok yaiyu sumber ke-buhaan yang merupakan sumber yang esa dari kelangsungan
hidup seluruh alam semesta dengan sgala isinya.
Adi
budha merupakan daya dan gaya hidup yang menghidupkan segala yang hidup yang
menghidupkan segala yang hidup. Adi budha an memancarkan cahayannya yang sangat
syahdu dan kudus yang disebut DHYANI BUDHA
yang merupakn intisari dari kelima MANUSHI BUDHA.
Kelima dhyani budha tersebut ialah:
a.
Vairocna :sumber cahaya
b.
Akhsobya :sumber ketenangan
c.
Ratnasambbhava:permata alam semesta
d.
Amithaba: cahaya tanpa batas
e.
Amogasidhi: menjadi yang tidak
mengenal kegelapan
1.
Para Budha
Terdapat
27 para budha –budha yang terdahulu:
·
Thankara
·
Medhankara
·
Saranankara
· Dipankara
· Kondanna
· Sumana
· Revata
· Shobita
· Anomadasi
· Paduma
· Sumedha
· Sujata
· Piyadasi
· Attadasi
· Dhammadasi
· Siddhathta
· Tissa
· Phussa
· Vipassi
· Sikhi
· Vessabha
· Kausandha
· Konagamana
· Kassapa
· Budha gautama
2.
Bodhisatwa
Secara etimologi bodhisatwa terdiri dari kata
bodhi, suci dan satwa yang berarti mahluk. Jadi kata bodhisatwa artinya mahluk
suci. Secara harfiah bodhisatwa berarti orang yang hakikat atau tabiatnya
adalah bodhi (hikmat) yang sempurna. Orang yang mempersiapkan diri untuk
mencapai tingkat budha.
Berdasarkan
sifatnnya bodhsatwa di bedakan menjadi tiga:
a.
Bodhisatwa
pannadhika
Ialah bodhisatwa yang di dalam usahanya untuk
mencapai tingkat kebudhaan lebih mengutamakan kebijaksanaan, dimana lebih
banyak mengadakan perenungan terhadap hakekat dari kehidupan ini. Dengan
melaksanakan Samadhi. Jadi kebijaksanaan adalah tujuan hidup bagi orang
bodhisatwa panandika dan pada tingkat inilah yang paling cepat untuk mencapai
tingkatan budha yang ter tinggiyaitu samm sambudha
b.
Bodhisatwa
Saddhadika
Ialah bodhisatwa yang didalam usahanya untuk
mencapai tingkat kebudaan lebih mengutamakan keyakinan (sadha) terhadap darma
yang diajarkan oleh budha. Dengan mengembangkan keyakinan terhadap apa yang
diajarkan oleh budha maka tercapailah tingkat budha. Dengan mengembangkan
keyakinan terhadap apa yang diajarkan oleh YMS budha. Maka tercapailah tingkat
budha penerangan sempurna yang lebih dicapai oleh seorang bodhi sattva
sadhadhika yaitu sayaka bodhi. Dengan jalan berguru dan seorang guru yang
berhasil membimbing siswa-siswanya. Hingga mencapai tingkat savaka bodhi ialah
YMS budha gotama. Seorang siswa yang telah mencapai tingkat savaka bodhi ialah
YMS budha gaotama . seorang siswa yang
telah mencapai tingkat savaka bodha ialah yang disebut arahat.
c.
Bodhisatwa
viriyadika
Ialah bodisatwa yang di dalam usahanya untuk
mencapai tingkat kebudhaan, lebih mengutamakan pengabdian kepadanpenderitaan
semua mahlik dengan kemauan keras
Sebelum Mahayana timbul, pengertian
bodhisatwa sudah di kenal juga, dan dikenakan juga kepada budha Gautama,
sebelum ia menjadi budha. Di situ bodhisatwa berarti orang yang sedang dalam
perjalanan untuk mencapai hikmat yang sempurna, yaitu orang yang akan menjadi
budha. Jadi semula bodhisatwa adalah sebuah gelar bagi tokoh yang ditetapkan
untuk menjadi budha.
Dalam Mahayana ialah orang yang sudah
melepaskan dirinya dan dapat menemukan sarana untuk menjadi benih pencerahan
tumbuh dan menjadi masak pada diri orang lain. Seseorang bodhisatwa bukan hanya
merenungkan kesengsaraan dunia saja, melainkan turut merasakannya dengan berat,
oleh karena nya ia sudah mengambil keputusan untuk mempergunakan segala
aktivitas
3.
Arahat
Arahat adalah orang yang telah berhasil
membebaskan diri dari dukha mencapai tingkat kesucian tertinggi.arahat juga
merupakan orang yang sudah bebas daripada segala keinginan untuk di lahirkan
kembali, baik dalam dunia yang tidak berbentuk, maupun di dalam dunia yang
tidak berbentuk, ia juga sudah bebass daripada sgala ketinggian hati, kebenaran
diri, dalam ketidaktahuan.
Proses tercapainya tingkat kesucian arahat
adalahterlebih dahulu harus menjadi bodhisatwa saddhadika, setelah itu dalam
usahannya lebih mengutamakan keyakinan terhadap dhamma yang diajarkan oleh
budha Gautama dan akhirnya tercapailah penerangan sempurna, ialah yang disebut
savaka bodhi dan kemudian menjadi savaka budha yaiyu disebut juga arahat
Tingkat
arahat ada empat:
1.
Sukkhavipassako
Arahat yang tidak mempunyai jhana/abhinna hanya melaksanakan
vipassana bhavana saja.
2.
Tevijjo
Arahat yang mempunyai vijja(pengetahuan) yaitu:
a.
Berkemampuan untuk mengingat
penitisan lampau (pubbenivasanussatinana)
b.
Berkemampuan untuk melihat alam-alam
halus yang muncul lenyapnya mahluk yang merintis sesuai dengan kamma
masing-masing (dibbacakkhunana)
c.
Berkrmampuan untuk memusnahkan arus
kekotorsn bathin atsu sava
3.
Chalabino
Arahat yang mempunyai 6 macam tenaga batin yaitu:
1.
Berkemampuan untuk mengingat
penintisan lampau
2.
Mata batin yang berkemampuan untuk
melihat alam-alam halus dan muncul lenyapnya mahluk yang merintis sesuai dengan
kammanya masing-masing
3.
Berkemampuan untuk memusnahkan arus
kekotoran batin
4.
Berkemampuan untuk membaca pikirab
mahluk-mahluk lain
5.
Telinga batin yang berkemampuan
untuk mendengar suara-suara dari alam manusia, alam dewa, alam brahmana, yang
dekat maupun jauh
6.
Kekuatan ghaib yang terdiri dari:
a.
Adhittahana iddhi ialah dengan
kekuatan kehendak dapat mengubah tubuh sendiri dari satu menjadi banyak atau
sebaliknya
b.
Vikubbana iddhi ialah berkemampuan
untuk menyalin rupa menjadi anak kecil, raksasa, membuat diri menjadi tidak
tertampak
c.
Manomaya iddhi ialah berkemampuan
menciptakan dengan menggunakan pikiran, umpamanya menciptakan istana, taman,
singa,dll
d.
Nanvipphara idhhi ialah konsentrasi
-
Berkemampuan menembus dinding,
gunung,
-
Berkemampuan menyelam kedalam bumi
bagikan menyelam kedalam air saja
-
Berkemampuan berjalan diatas air
bagaikan berjalan diatas tanah saja
-
Berkemampuan melawan api
-
Berkemampuan terbang di angkasa
raya.
4.
Patrisambhidappatto arahat yang
memiliki pengertian sempurna terdiri dari empat macam:
a.
Pengertian mengenai arti maksud dari
sesuatu dan mampu member penerangan secar terperinci
b.
Pengertian mengenai inti-sari dari
seuatu dan mampu mengeluarkan pertanyaan
c.
Pengertian mengenai bahasa dan mampu
memakai kata-kata yang mudah dimengerti
d.
Pengertian mengenai kebijaksanaan
dan mapu menjawab sekketika bila ada pertanyaan secara mendadak
Terdapatlah
perbedaan-perbedaan antar arahat dengan budha, arahat dengan bodhisatwa, budha
dengan bodhisatwa,brahmana dengan dewa, yaitu:
1.
Budha juga dapat disebut arahat,
tetapi sebagai arahat istimewa.
Yang disebut
arahat istimewa oleh karena YMS budha mencapai nibana dengan kekutan sendiri
tanpa bantuan mahluk lain. Sedangkan bagi yang bukan arahat istimewa mencapai
nibana bukan karena kekuatan sendiri, me;lainkan dengan bantuan mahluk
lain,yaitu setelah melakukan dhama yang diajarkan YMS budha gotama\.
2.
Arahat lebih suci dari bodhisatwa,
karena arahat telah terbebas`dari kilesa, dan mencapai nibana. Sedangkan
bodhisatwa belum dapat membasmi semua kilesa dan belum mencapai nibana, masih
mengalami kelahiran dan kematian. Tetapi mengenai cita-cita seorang bodisattwa
adalah lebih tinggi daripada seorang arahat karena seorang bodisatwa
bercita-cita ingin menjadi budha pada
masa kehidupannya yang akan datang.
3.
Bodhisatwa adalah belum menjadi
budha atau yang disebut sebagai calon budha dan belum mencapai nibana. Budha
adalha mahluk yang telah mencapai penerangan sempurna telah mencapai nibana,
yang maha suci, maha tau dan maha bijaksana.
4.
Brahma yang disebut dewa tetapi
sebagi dewa istimewa karena brahma mempunyai jhana. Sedangkan dewa tidak
mempunyai jhana
Daftar Pustaka
Ali.
A. Mukti, Agama-Agama, Yogyakarta: Hanindita. 1988
Sou
yb, Josef,Agama-Agama Besar Di Dunia. Jakarta: husna zikra,1996
Hadi
Kusuma, Hilma. Antropologi Agama, Bandung: Citra Aditiya Bakti, 1993
Pendo
Kyokai, Bukkyo. Ajaran Sang Budha Danipan Gita, karya printing
Handiwijono,
Dr. Harun, Agama Hindu dan Budha. Jakarta: Gunung Mulia 1987
kebahagiaan dalam dhama. Jakarta: majlis
budhayana Indonesia 1980
alangkah baiknya jika diberi halaman covernya yang berisi nama dan institute, beserta halaman pengesahan. karena, saya ada tugas makalah yang sumbernya harus jelas siapa yang buat dan dari institute mana.
BalasHapus